Jumat, 24 Desember 2010

alhamdulillah saya kembali bisa mengelola blog ini setelah satu tahun vakum. Blog ini pada awalnya berisi kumpulan praktikum saya,,tapi saya punya keinginan untuk tidak hanya mengisi blog ini dengan laporan,,semoga,,

Pengaruh Proses Dealuminasi Terhadap Keasaman Mordenit

Latar Belakang


Nama zeolit berasal dari kata “zein” yang berarti mendidih dan “lithos” yang artinya batuan, disebut demikian karena mineral ini mempunyai sifat mendidih atau mengembang apabila dipanaskan.Hal ini menggambarkan perilaku mineral ini yang dengan cepat melepaskan air bila dipanaskan sehingga kelihatan seolah-olah mendidih Zeolit merupakan kristal berongga yang terbentuk oleh jaringan silika alumina tetrahedral tiga dimensi dan mempunyai struktur yang relatif teratur dengan rongga yang di dalamnya terisi oleh logam alkali atau alkali tanah sebagai penyeimbang muatannya. Rongga-rongga tersebut merupakan suatu sistem saluran yang didalamnya terisi oleh molekul air (Ismaryata, 1999). Zeolit alam mempunyai beberapa sifat di antaranya dehidrasi, adsorbsi, penukar ion, katalisator dan separator (Amelia, 2003). Proses dehidrasi mempunyai fungsi utama melepas molekul air dari kerangka zeolit sehingga mempertinggi keaktifan zeolit dengan proses pemanasan. Dehidrasi menyebabkan zeolit mempunyai struktur pori yang sangat terbuka, dan mempunyai luas permukaan internal yang luas sehingga mampu mengadsorpsi sejumlah besar substansi selain air dan mampu memisahkan molekul zat berdasarkan ukuran molekul dan kepolarannya. Zeolit alam mempunyai struktur rangka, mengandung ruang kosong yang ditempati oleh kation dan molekul air yang bebas sehingga memungkinkan pertukaran ion atau chemisorptions (Adamson, 1990). Dengan adanya rongga intrakristalin, zeolit dapat digunakan sebagai katalis. Reaksi katalitik dipengaruhi oleh ukuran mulut rongga dan sistem alur, karena reaksi ini tergantung pada difusi pereaksi dan hasil reaksi.
Kemampuan katalitik maupun adsorpsi dari zeolit alam masih rendah, hal ini disebabkan adanya pengotor seperti logam – logam maupun material organik yang terdapat dalam kerangka maupun diluar kerangka zeolit. Oleh karena itu, perlakuan pendahuluan diperlukan untuk meningkatkan kemampuan bahan tersebut dalam pemanfaatannya. Aktivasi dapat meningkatkan kapasitas jerapan dan sifat yang diinginkan sesuai dengan penggunaannya. Aktivasi zeolit dapat dibagi menjadi dua cara yaitu aktivasi secara kimia dan aktivasi fisika.
Aktivasi kimia dilakukan melalui proses dealuminasi. Dealuminasi merupakan proses pelepasan atom Al dari zeolit. Dealuminasi ini dilakukan untuk meningkatkan rasio Si/Al. meningkatnya rasio Si/Al berarti juga akan meningkatkan situs asam dari zeolit itu sendiri. Situs asam ini merupakan situs yang berfungsi sebagai sisi aktif pada zeolit. Dengan meningkatnya situs asam berarti juga meningkatkan keaktivan zeolit. Pada percobaan ini deluminasi dilakukan dengan penambahan HCl. Selain menyebabkan terjadinya dealuminasi, penambahan asam ini dapat membersihkan permukaan pori, membuang senyawa pengotor dan mengatur kembali letak atom yang dipertukarkan.
Proses aktivasi fisika dilakukan dengan pemanasan (kalsinasi). Kalsinasi zeolit dimaksudkan untuk meningkatkan sifat-sifat khusus zeolit dengan cara menghilangkan unsur-unsur pengotor dan menguapkan air yang terperangkap dalam pori kristal zeolit.
Pengaruh proses dealuminasi terhadap keasaman zeolit dapat diketahui dengan membandingkan nilai keasaman zeolit yang mengalami dealuminasi (Zeolit Alam /ZA) dengan Zeolit Alam yang mengalami dealuminasi (Zeolit Alam Aktif /ZAA). Zeolit alam yang digunakan dalam percobaan ini adalah mordenit.

Tujuan Percobaan

Kompetisi yang diharapkan:
1. Memahami prinsip dealuminasi zeolit
2. Memahami fungsi situs asam zeolit
Keterampilan yang diharapkan:
1. Menguasai teknik refluks zeolit
2. Meguasai teknik kalsinasi zeolit
3. Menguasai teknik pengasaman zeolit

Manfaat Percobaan

Adapun manfaat yang diharapkan dari percobaan ini adalah:
1. Dapat memahami pengaruh dealuminasi terhadap keasaman zeolit


TINJAUAN PUSTAKA

Zeolit

Zeolit merupakan mineral hasil tambang yang bersifat lunak dan mudah kering. Warna dari zeolit adalah putih keabu-abuan, putih kehijau-hijauan, atau putih kekuning-kuningan. Ukuran kristal zeolit kebanyakan tidak lebih dari 10–15 mikron (Mursi Sutarti, 1994)
Zeolit terbentuk dari abu vulkanik yang telah mengendap jutaan tahun silam. Sifat-sifat mineral zeolit sangat bervariasi tergantung dari jenis dan kadar mineral zeolit. Zeolit mempunyai struktur berongga biasanya rongga ini diisi oleh air serta kation yang bisa dipertukarkan dan memiliki ukuran pori tertentu. Oleh karena itu zeolit dapat dimanfaatkan sebagai penyaring molekuler, senyawa penukar ion, sebagai filter dan katalis.
Kerangka dasar struktur zeolit terdiri dari unit-unit tetrahedral [AlO4] dan [SiO4] yang saling berhubungan melalui atom O (Barrer, 1987).
zeolite.gif (4094 bytes)

Dalam struktur tersebut Si4+ dapat diganti Al3+ (gambar 2), sehingga rumus umum komposisi zeolit dapat dinyatakan sebagai berikut :
Mx/n [(AlO2)x(SiO2)y] m H2O (Lesley dkk, 2001 : 238)
Dimana : 
n     = Valensi kation M (alkali / alkali tanah)
x, y = Jumlah tetrahedron per unit sel
m    = Jumlah molekul air per unit sel
M   = Kation alkali / alkali tanah

Zeolit dibedakan menjadi 2 jenis yaitu zeolit alam dan zeolit buatan. Zeolit alam terbentuk karena adanya perubahan alam (zeolitisasi) dari bahan vulkanik dan dapat digunakan secara langsung untuk berbagai keperluan, namun daya jerap maupun daya tukar ion zeolit ini belum maksimal. Untuk memperoleh zeolit dengan daya guna tinggi diperlukan suatu perlakuan yaitu dengan aktivasi. Sedangkan zeolit buatan merupakan hasil rekayasa manusia secara proses kimia yang bisa dimodifikasi sesuai kebutuhan.
Proses aktivasi zeolit alam dapat dilakukan dengan 2 cara, yang pertama yaitu secara fisika melalui pemanasan dengan tujuan untuk menguapkan air yang terperangkap di dalam pori-pori kristal zeolit, sehingga luas permukaannya bertambah (Khairinal, 2000). Proses pemanasan zeolit dikontrol, karena pemanasan yang berlebihan kemungkinan akan menyebabkan zeolit tersebut rusak.
Yang kedua aktivasi zeolit secara kimia dengan tujuan untuk membersihkan permukaan pori, membuang senyawa pengotor dan mengatur kembali letak atom yang dapat dipertukarkan. Proses aktivasi zeolit dengan perlakuan asam HCl pada konsentrasi 0,1N hingga 11N menyebabkan zeolit mengalami dealuminasi dan dekationisasi yaitu keluarnya Al dan kation-kation dalam kerangka zeolit. Aktivasi asam menyebabkan terjadinya dekationisasi yang menyebabkan bertambahnya luas permukaan zeolit karena berkurangnya pengotor yang menutupi pori-pori zeolit. Luas permukaan yang bertambah diharapkan meningkatkan kemampuan zeolit dalam proses penjerapan (Weitkamp, 1999). Menurut Hamdan yang dikutip oleh Dina tingginya kandungan Al dalam kerangka zeolit menyebabkan kerangka zeolit sangat hidrofilik. Sifat hidrofilik dan polar dari zeolit ini merupakan hambatan dalam kemampuan penjerapannya. Proses aktivasi dengan asam dapat meningkatkan kristalinitas, keasaman dan luas permukaan (Hari, 2001 yang dikutip oleh Dina).

Mordenit

Mordenit merupakan mineral zeolit yang langka, dengan rumus empiris (Ca,Na2,K2)Al2Si10O24•7(H2O).Sistem Kristal Mordenit adalah ortorombik. Mineral ini biasanya ditemukan di dalam batuan volcanik bersamasamadengan Stilbit dan Heulandit. Ditemukan pertamakali oleh Henry How, dan nama Heulandit diberikan berdasarkan nama suatu komunitas “Morden”. Mordenit merupakan salah satu jenis zeolit alam dengan rasio Si/Al yang tinggi. Hal ini menyebabkan mordenit memiliki stabilitas termal yang tinggi. Dehidrasi terjadi pada range 80 – 4000C.

Dealuminasi

Dealuminasi merupakan proses pelepasan atom Al dari zeolit. Dealuminasi dilakukan untuk megoptimumkan kandungan Alumunium dalam zeolit sehingga lebih stabil pada suhu tinggi. Dealuminasi juga dimaksudkan untuk mengontrol aktivitas keasaman maupun selektivitas zeolit. Perbandingan antara silika dan alumina yang tinggi menyebabkan aktivitas adsorpsi meningkat (Trisunaryanti, 1991). Jumlah situs asam Bronsted dari zeolit akan bertambah dengan bertambahnya kandungan alumunium didalamnya. Katalis zeolit dengan kandungan Al yang tinggi mempunyai kestabilan yang rendah pada suhu tinggi. Maka untuk mengoptimumkan kandungan Al dalam zeolit dilakukan dengan cara dealuminasi. Dealuminasi pada zeolit dapat dilakukan salah satunya dengan cara mereaksikannya dengan larutan asam, misalnya HNO3, HCl, atau H2SO4. Alumunium dalam zeolit dapat terekstrak dengan penambahan asam. Perlakuan asam pada dasarnya untuk meningkatkan rasio Si/Al. larutan HCl dapat mengekstrak alumunium dalam zeolit karena HCl dapat bereaksi dengan alumina.

Kalsinasi

Kalsinasi merupakan proses pemanasan suatu benda hingga temperaturnya tinggi, tetapi masih di bawah titik lebur untuk menghilangkan kandungan yang dapat menguap. Proses aktivasi zeolit melalui kalsinasi menyebabkan pelepasan air sehingga luas permukaan pori – pori zeolit bertambah yang meningkatkan kemampuan untuk adsrpsi. Kalsinasi zeolit dimaksudkan untuk meningkatkan sifat-sifat khusus zeolit dengan cara menghilangkan unsur-unsur pengotor dan menguapkan air yang terperangkap dalam pori kristal zeolit. Adapun reaksi yang terjadi selama kalsinasi adalah sebagai berikut:
Kalsinasi  membakar aditif organic pada suhu tinggi
Reaksi:
Organik + O2 + suhu tinggi CO2 + H2O
Pengeringan zeolit biasanya dilakukan dalam ruang hampa dengan menggunakan gas atau udara kering nitrogen atau methana dengan maksud mengurangi tekanan uap airterhadap zeolit itu sendiri.
Zeolit dipanaskan untuk menghilangkan kandungan air dan bahan pengotor lainnya, sehingga menghasilka pori – pori yang bersih dan luas permukaan pori yang lebih besar. Kalsinasi dilakukan dengan meletakkan zeolit di dalam pipa nuccel dan dipanaskan dengan furnace. Dalam proses ini dialirkan pula gas N2 untuk mendorong impuritas keluar dari pori - pori zeolit.

Proses kalsinasi dilakukan dengan memasukkan zeolit hasil dealuminasi ke dalam pipa nuccel. Zeolit ini kemudian dipanaskan di dalam furnace bersuhu 600oC selama 5 jam. Waktu kalsinasi dihitung setelah tercapai suhu 600oC. Selama proses kalsinasi dialirkan pula gas N2 dengan laju alir 1L/menit.

Spektroskopi Infra Merah

Hampir semua senyawa yang memiliki ikatan kovalen baik organik maupun anorganik akan menyerap radiasi elektromagnetik dalam spektrum infra merah (Sastrohamidjojo, 1992). FT-IR merupaka alat yang dapat digunakan untuk karakterisasi zeolit, karena dapat memberikan informasi tentang keberadaan unit bangun tetrahedral pada zeolit. Spektra IR yang biasa digunakan untuk keperluan ini adalah daerah pada frekuensi 200 – 3400 cm-1. Daerah ini dapat dibagi menjadi daerah utama yaitu:
Jenis Vibrasi Vibrasi Internal (cm-1) Vibrasi Eksternal (cm-1)
Rentang asimetrik 1250-950 1150-1050
Rentang simetrik 720-650 820-750
Vibrasi cincin ganda - 650-500
Vibrasi tekuk TO4 500-420 -
Vibrasi pori terbuka - 420-300

Semua vibrasi rentangan diatas sangat sensitive untuk analisis struktur dan komposisi senyawa zeolit. Pergeseran frekuensi rentangan asimetri (1000-1100 cm-1) berhubungan dengan fraksi Al kerangka. Penurunan frekuensi terjadi apabila terjadi substitusi Si oleh Al.


METODE PERCOBAAN

Alat Percobaan
Adapun alat – alat yang digunakan selama percobaan ini adalah: peralatan gelas seperti gelas beaker, labu ukur 50 mL, 3 buah Erlenmeyer 100 mL, pipet ukur 10 mL, corong gelas, spatula, gelas arloji, peralatan refluks seperti: labu alas bulat, pendingin bola, statif, magnetic stirrer, hot plate, termometer, seperangkat alat titrasi, oven, alat kalsinasi, alat analisis instrumen spektrofotometer infra merah (FTIR-8201 PC Shimadzu), krus porselin, serta desikator.

Bahan Percobaan
Bahan – bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah: 10 gram zeolit alam jenis mordenit (5 gram untuk ZAA dan 5 gram untuk ZA), 15 mL HCl, larutan piridin, larutan NaOH 0,1 M, larutan HCl 0,1 M, indikator fenolftalein (pp), 0,2 gram kristal asam oksalat (CH2O4.2H2O)serta Akuades (Laboratorium Kimia Fisika FMIPA UGM).

Prosedur Percobaan
Karakterisasi Zeolit Alam
a. Zeolit alam (ZA)
Sebanyak 5 gram zeolit dicuci dengan akuades kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1200C selama 3 jam. Setelah itu dikalsinasi selama 2 jam. Hasilnya dianalisis dengan spektroskopi IR.

b. Zeolit alam teraktivasi (ZAA)
Sebanyak 5 gram zeolit direfluks dalam 15 mL HCl 1 M dan diaduk dengan magnetic stirrer pada suhu 900C selama 30 menit. Setelah itu zeolit dicuci dengan akuades sebanyak 10 kali atau sampai pH nya netral (dengan penambahan larutan AgNO3 sampai tidak terbentuk endapan putih). Kemudian zeolit dikeringkan dalan oven pada suhu 1200C selama 2 jam. Zeolit dikalsinasi pada suhu 5500C selama 2 jam. Hasilnya dianalisis dengan spektroskopi IR.

Penentuan keasaman
a. Metode gravimetri
Krus porselin ditimbang dengan neraca analitik (W1) kemudian diisi dengan 1 gram ZA atau ZAA. Krus porselin dan sampel tersebut dipanaskan dengan oven pada temperatur 1200C selama 1 jam. Setelah itu didinginkan dan ditimbang (W2). Langkah berikutnya, krus porselin dan sampel dimasukkan kedalam desikator dan divakumkan sambil dialiri gas piridin selama 24 jam.
Pengaliran gas piridin dilakukan dengan menuangkan 2 mL piridin kedalam sebuah cawan dan diletakkan dalam desikator yang sama dengan ZA dan ZAA.

b. Metode titrasi
Diambil 1 gram ZA atau ZAA dan direndam dalam 50 mL NaOH 0,1 Msambil diaduk dengan magnetik stirrer selama 2 jam. Setelah itu didiamkan selama 24 jam. Larutan kemudian dipisahkan dari ZAA dan diambil 10 mL serta ditambahkan indicator pp untuk titrasi dengan HCl 0,1 M. Titrasi dilakukan sebanak 3 kali.

Standarisasi larutan NaOH dan HCl
a. Standarisasi larutan NaOH
Dilarutkan 0,2 gram kristal asam oksalat (C2H2O4.2H2O) dalam 50 mL akuades. Selanjutnya diambil 10 mL larutan asam oksalat yang telah dibuat dan ditambahkan 2 tetes indikator pp, kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 M sebanyak 3 kali.

b. Standarisasi larutan HCl
Sebanyak 5 mL larutan HCl 0,1 M ditambah dengan 2 tetes indikator pp kemudian dititrasi dengan NaOH yang telah distandarisasi sebanyak 3 kali.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada percobaan akan dilihat pengaruh dealuminasi terhadap keasaman zeolit. Untuk membandingkannya maka percobaan ini dibagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama menentukan keasaman zeolit alam yang tidak didealuminasi (kelompok ini kemudian disebut sebagai kelompok ZA), sedangkan kelompok kedua menentukan keasaman zeolit setelah dealuminasi (yang kemudian dikenal sebagai zeolit alam teraktivasi (ZAA)).

Aktivasi Zeolit
a. Zeolit alam (ZA)
Dalam percobaan ini sampel ZA digunakan sebagai pembanding terhadap ZAA. Zeolit ini dicuci dengan akuades sebanyak 10 kali kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 120oC selama 2 jam. Proses pencucian ini dilakukan untuk melarutkan pengotor - pengotor pada zeolit. Adanya pengotor – pengotor ini akan mengganggu proses adsorpsi oleh zeolit. Pengotor – pengotor pada zeolit dapat larut dalam akuades karena mempunyai kepolaran yang sama atau mirip dengan H2O. Pengotor – pengotor yang terdapat pada zeolit umumnya berupa ion logam – logam yang bersifat polar. Sedangkan zeolit sendiri tidak larut dalam air karena ia bersifat polar. Hal ini sesuai dengan kaidah like dissolve like dimana senyawa yang mempunyai kepolaran yang sama akan saling melarutkan.
Proses pemanasan menggunakan oven ini bertujuan untuk menguapkan air yang terperangkap di dalam pori-pori kristal zeolit sehingga luas permukaannya bertambah. Proses pemanasan dikontrol karena pemanasan yang berlebihan kemungkinan akan menyebabkan zeolit tersebut rusak rusak. Zeolit alam yang telah dikeringkan ini kemudian didinginkan dan dikarakterisasi menggunakan IR.

b. Zeolit alam teraktivasi (ZAA)
Proses aktivasi yang dilakukan terhadap zeolit alam ini terdiri dari dua bagian yaitu aktivasi secara kimia dan aktivasi secara fisika. Aktivasi secara kimia dikenal dengan proses dealuminasi. Pada proses dealuminasi ini zeolit direfluks dalam 15 mL HCl 1 M dan diaduk dengan magnetic stirrer pada suhu 900C selama 30 menit. Skema roses dealuminasi ditunjukkan dalam gambar IV.1

Gambar IV.1 Skema proses dealuminasi

Pada proses dealuminasi digunakan peralatan-peralatan yang sederhana, berupa labu leher 3 dengan magnetik stirer sebagai pengaduk. Rangkaian alat ini merupakan model reaktor berpengaduk dalam skala laboratorium. Digunakan pendingin balik untuk mengkondensasikan kembali uap yang terbentuk sehingga tidak ada massa yang hilang.
Proses dealuminasi oleh HCl akan menyebabkan lepasnya atom-atom Al dalam kerangka zeolit sehingga rasio Si/Al akan meningkat. Reaksinya adalah sebagai berikut:

Setelah direfluks dengan HCl, zeolit dicuci dengan aquades hingga seluruh ion Cl- hilang. Tes dengan larutan AgNO3 dilakukan sebagai parameter bahwa zeolit telah bersih. Prinsip dari tes dengan AgNO3 didasarkan pada prinsip titrasi argentometri. Adapun reaksi yang terjadi ketika penambahan AgNO3 adalah sebagai berikut:
Ag+ + Cl-  AgCl (endapan putih)
Jika ketika ditambahkan AgNO3 masih terbentuk endapan putih maka dapat dikatakan bahwa didalam larutan masih terdapat Cl- Maka proses pencucian dilanjutkan sampai semua Cl- hilang, hal ini ditandai dengan tidak terbentuknya endapan putih ketika ditambahkan larutan AgNO3. Zeolit yang telah bersih dikeringkan dalam oven. Kemudian dilakukan proses kalsinasi. Kalsinasi zeolit dimaksudkan untuk meningkatkan sifat-sifat khusus zeolit dengan cara menghilangkan unsur-unsur pengotor dan menguapkan air yang terperangkap dalam pori kristal zeolit. Adapun reaksi yang terjadi selama kalsinasi adalah sebagai berikut:
Kalsinasi  membakar aditif organic pada suhu tinggi
Reaksi:
Organik + O2 + suhu tinggi CO2 + H2O
Dalam proses ini dialirkan pula gas N2 untuk mendorong impuritas keluar dari pori - pori zeolit.
Setelah proses kalsinasi ini, selanjutnya zeolit dikarakterisasi menggunakan IR.

Analisis Spektroskopi Inframerah terhadap Mordenit
a. Analisis Spektra Infra Merah Zeolit Alam (ZA)
Analisis Inframerah dilakukan untuk penentuan gugus aktif di padatan zeolit. Analisis spektra inframerah dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu pada bilangan gelombang 4000-1250 cm-1 dan 1250-350 cm-1. Kelompok pertama mengamati gugus yang bukan merupakan identitas spesifik dari struktur zeolit sedangkan kelompok kedua merupakan identitas spesifik dari struktur zeolit. Hasil pengamatan dengan spektrofotometer inframerah menunjukkan puncak-puncak yang spesifik. Spektra inframerah zeolit alam tersaji pada gambar IV.2.



















Gambar IV.2 Spektra IR ZA

Gambar IV.2 menunjukkan bahwa zeolit alam mempunyai puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3433,29 ; 1635,64 ; 1010,70 ; 794,67 ; 478,35 ; 432,05 cm-1. Pada gambar IV.2 puncak 3433,29 cm-1 menunjukkan serapan dari gugus O-H pada zeolit terhidrasi. Pita serapan pada daerah 3433,29 cm-1 merupakan vibrasi ulur O-H dari molekul air yang teradsorb. Dan serapan pada 1635,64 cm-1 merupakan vibrasi tekuk gugus O-H dari molekul H2O yang teradsorb. Puncak 1010,70 cm-1adalah serapan yang menunjukkan adanya vibrasi regangan asimetris Si-O atau Al-O pada TO4 pada jalinan internal. Puncak 794,67cm-1merupakan interpretasi dari serapan ikatan pada unit struktur utama zeolit yang berbentuk asimetris, vibrasi tekuk Si-O pada jalinan eksternal (kerangka zeolit). Serapan vibrasi bending T-O berada pada kisaran 420-500 cm-1. Puncak 478,35 cm-1 pada gambar IV.2 menunjukkan adanya vibrasi tekuk dari ikatan T-O. Puncak ini merupakan interpretasi dari jalinan internal pada kerangka zeolit.
Perbandingan spektra inframerah zeolit alam dengan reherensi yang ada disajikan dalam tabel IV.1. Berdasarkan hasil analisis spektroskopi inframerah tersebut dapat disimpulkan bahwa zeolit alam menunjukkan karakter kerangka struktur zeolit.

Tabel IV.1 Spektra Inframerah dari Jenis Vibrasi Zeolit Alam

Vibrasi Bilangan Gelombang (cm-1)
Zeolit Alam Referensi
Vibrasi ulur O-H 3433,29 3435 (Carrado dkk, 2001)
Vibrasi ulur TO4 1010,70 1043,3 dan 1052,3 (Heraldy, 2003)
Vibrasi bending T-O pada jalinan internal (kerangka zeolit) 478,35 ; 432,05 420 - 500
Regangan asimetri pada jalinan internal 1010,70 950 – 1250
Pori terbuka (jalinan eksternal) 478,35 ; 432,05 ; 794,67 420 – 800
Regangan asimetri pada jalinan eksternal 794,67 750 - 820

b. Analisis Spektra Infra Merah Zeolit Alam Teraktivasi (ZAA)
Spektra inframerah zeolit alam dan zeolit hasil perlakuan akan disajikan dalam gambar IV.3




















Dari hasil analisis IR terhadap ZA dan ZAA tampak terjadi pergeseran frekuensi dari 1010,70 menjadi 1035,85 dan 1095,57 cm-1. Pergeseran frekuensi rentangan asimetri ini berhubungan dengan fraksi Al yang beraada pada struktur tetrahedral zeolit. Jika jumlah Al didalam struktur tetrahedral zeolit berkurang , maka akan terjadi pergesaeran kearah frekuensi yang lebih tinggi. Karena berkurangnya kandungan atom Al dalam kerangka maka jarak antar Al akan semakin jauh sehingga interaksi antar atom Al akan berkurang dan kebebasan gerak Al akan bertambah. Hal tersebut mengakibatkan vibrasi yang timbul dari Al saat dikenai radiasi IR akan semakin besar. Karena vibrasi yang ditimbulkan besar maka energy vibrasinya (energy yang dibutuhkan untuk membuat atom melakukan gerak vibrasi) akan semakin besar. Sehingga bedrdasarkan persamaan E = hc/ maka energi akan berbanding lurus dengan 1/ (bilangan grlombang). Dengan demikian proses dealuminasi dapat diamati dengan IR, walaupun hasil yang didapatkan bersifat kualitatif.
Pada serapan 650 – 750 cm-1 juga terjadi perubahan intensitas yang jelas. Terlihat bahwa pada ZAA muncul serapan pada bilangan gelombang 694,37 cm-1 (vibrasi ulur simetri T-O jalinan internal), frekuensi ini tidak didapatkan pada ZA.
Pada kisaran bilangan gelombang 2900 – 3000 cm-1 (C-H regang dari bahan anorganik) teramati adanya perbedaan antara ZA dan ZAA. Dimana pada ZA serapan muncul serapan pada bilangan gelombang 2931,90 cm-1, sedangkan pada ZAA tidak ditemui adanya serapan pada rentang bilangan gelombang tersebut. Ini berarti bahwa ZAA telah kehilangan gugus C-H organik yang disebabkan karena proses kalsinasi.
Untuk serapan pada daerah bilangan gelombang dibawah 500 cm-1 menunjukkan adanya pori terbuka. Pada kisaran bilangan gelombang ini terjadi penurunan frekuensi yaitu dari 432,05 cm-1 menjadi 408,91cm-1. Semakin banyak jumlah pori yang terbuka maka serapan energi yang dibutuhkan untuk bervibrasi akan semakin kecil, energy ini benrbanding lurus dengan bilangan gelombang.
Hasil interpretasi terhadap spectra IR membuktikan bahwa perlakuan asam mampu menyebabkan dealuminasi pada padatan zeolit. Serapan vibrasi pori terbuka mengalami peningkatan intensitas. Perlakuan HCl menghilangkan pengotor yang berada pada pori zeolit sehingga pori zeolit semakin bersih.

Penentuan Derajat Keasaman

Keasaman adalah jumlah milimol asam persatuan berat atau luas permukaan sampel padatan. Besaran ini diperoleh melalui pengukuran jumlah basa yang berinteraksi dengan gugus asam padatan, dimana jumlah basa yang teradsorp adalah ekivalen dengan jumlah asam pada permukaan padatan yang menyerang basa tersebut. Keasaman pada zolit berasal dari situs asam Brostead dan Lewis. Dalam percobaan ini digunakan dua metode untuk menentukan derajad keasaman, metode yang pertama yaitu metode titrasi menggunakan basa NaOH, dan metode yang kedua adalah metode gravimetri menggunakan basa piridin.

a. Metode Titrasi
Metode titrasi ini dilakukan dengan merendam ZA dan ZAA dengan basa NaOH. Selama proses perendaman ini basa NaOH akan teradsorp oleh situs asam pada zeolit. Setelah itu larutan kemudian dipisahkan dari ZA dan ZAA. Konsentrasi NaOH awal didapatkan dari hasil standarisasi larutan NaOH oleh suatu asam lemah, dalam hal ini adalah asam oksalat (H2C2O4). Proses standarisasi ini perlu dilakukan karena NaOH merupakan suatu larutan standar sekunder yang konsentrasinya tidak bisa langsung ditentukan dengan dengan melarutkannya dalam labu ukur sehingga perlu distandarisasi oleh suatu larutan standar primer. Indikator yang digunakan dalam percobaan ini adalah indikator fenophtalein. Indikator fenophtalein digunakan dalam percobaan ini karena fenophtalein tak berwarna dengan pH antara 8,3-10,0 akan mempermudah praktikan dalam mengetahui bahwa dalam proses sudah mencapai titik ekivalen. Perubahan yang terjadi pada proses penitrasian ini adalah berubah menjadi warna merah yang konstan dari warna asal mula bening. Perubahan warna ini menendai telah tercapainya titik ekivalen. Volume NaOH yang diperlukan standarisasi adalah5 mL yang dihitung dari rata-rata tiga kali percobaan. Dan pada penentuan konsentrasi NaOH didapat konsentrasi NaOH sebesar 0,126984 M.
Setelah proses perendaman ZA dalam NaOH didapatkan konsentrasi NaOH sisa sebesar 0,10252 M. Dari hasil ini terlihat bahwa konsentrasi NaOH berkurang karena sebagian NaOH teradsorp oleh situs asam yang terdapat pada zeolit. Dari hasil perhitungan didapatkan derajat keasaman untuk ZA adalah 1,2232 mmol/gram. Sedangkan konsentrasi NaOH setelah proses perendaman NaOH dalam ZAA adalah 0,0994 M. Dan dari hasil perhitungan didapatkan derajat keasaman untuk ZAA adalah 1,3792 mmol/gram. Derajat keasaman ZAA lebih tnggi dari pada ZA. Ini membuktikan bahwa proses dealuminasi dapat meningkatkan derajat keasaman pada zeolit.

b. Metode Gravimetri
Penentuan keasaman secara gravimetri dalam percobaan ini menyatakan jumlah total situs asam Bronsted dan Lewis yang terdapat dalam permukaan dan pori dari zeolit. Basa yang digunakan dalam metode gravimetri ini adalah piridin. Piridin merupakan suatu basa lemah dengan berat molekul 79,1. Senyawa ini tidak bewarna dan berbau menyengat. Keasaman ditentukan sebagai banyaknya piridin yang dapat teradsorb pada permukaan dan pori zeolit.
Pada percobaan ini gas piridin dialirkan dalam desikator yang berisi ZA dan ZAA. Pengaliran gas piridin dilakukan dengan menuangkan 2 mL piridin kedalam sebuah cawan dan diletakkan dalam desikator yang sama dengan ZA dan ZAA.
Dari hasil percobaan didapatkan massa zeolit sesudah dialiri gas piridin bertambah, baik untuk ZA maupun ZAA. Hal ini mengindikasikan bahwa piridin telah teradsorp pada permukaan zeolit. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai derajat keasaman untuk ZA dan ZAA dengan metode gravimetri ini adalah sama yaitu 1,345 mmol/gram.
Situs asam dimungkinkan tidak dapat berinteraksi semuanya dengan basa karena terdapatnya hambatan yang menghalangi molekul basa menuju situs asam tersebut. Hambatan tersebut dapat berupa terlalu besarnya ukuran basa yang digunakan sehingga tidak dapat masuk kedalam pori yang lebih kecil dari ukurannya sehingga tidak dapat berinteraksi dengan asam yang ada didalam pori, padahal zeolit tersusun atas saluran – saluran yang panjang dan banyak. Fenomena ini mungkin terjadi pada piridin, sedangkan NaOH karena ukurannya yang kecil dapat leluasa masuk pada hampir semua situs oksida mikropori, sehingga keasaman dengan NaOH lebih bagus daripada piridin.

BAB V
PENUTUP

Kesimpulan
1. Dealuminasi dapat meningkatkan rasio Si/Al
2. Derajat keasaman ZA dan ZAA dengan metode titrasi berturut – turut adalah 1,2232 mmol/gram
3. Derajat keasaman ZA dengan metode gravimetri adalah 1,345 mmol/gram
4. NaOH lebih baik dalam menentukan derajat keasaman mordenit dari pada piridin karena ukurannya yang lebih kecil, sehingga bisa teradsorp pada permukaan pori – pori zeolit.

Isolasi Lemak

I. TUJUAN
1. Melakukan ekstraksi soxhlet
2. Melakukan solid-phase extraction
3. Mampu menganalisis hasil kromatogram HPLC

II. DASAR TEORI
1. Coklat
Cokelat merupakan tanaman perkebunan / industri berupa pohon yang dikenal di Indonesia sejak tahun 1560, namun baru menjadi komoditi yang penting sejak tahun 1951. Biji cokelat dapat diproses dan menghasilkan beberapa produk, produk olahan yang dihasilkan adalah : Bubuk cokelat (Cocoa powder), pasta cokelat (Cocoa liqour) dan lemak cokelat (Cocoa butter) (Anonim, warintek 2007). Lemak cokelat mempunyai kemampuan untuk menghambat oksidasi kolesterol LDL (kolesterol jahat) dan meningkatkan fungsi kekebalan tubuh, sehingga dapat mencegah risiko penyakit jantung koroner dan kanker. Cokelat juga mengandung theobromine dan caffein yang memberikan energi bagi tubuh. Cokelat mengandung theobromine yang dapat mencegah batuk. Lemak cokelat mempunyai warna putih-kekuningan dan mempunai bau khas cokelat. Lemak ini mempunyai sifat rapuh (brittle) pada suhu 25oC, tidak larut dalam air dan mencair pada 27 – 33oC.
2. Kafein
Kafein merupakan senyawa kimia alkaloid terkandung secara alami pada lebih dari 60 jenis tanaman terutama teh (1- 4,8 %), kopi (1-1,5 %), dan biji coklat (2,7-3,6 %). Kafein diproduksi secara komersial dengan cara ekstraksi dari tanaman tertentu serta diproduksi secara sintetis. Kebanyakan produksi kafein bertujuan untuk memenuhi kebutuhan industri minuman. Kafein juga digunakan sebagai penguat rasa atau bumbu pada berbagai industry makanan (Misra et al, 2008). Bersama-sama dengan teobromin dan teofilin, kafein, termasuk ke dalam senyawa kimia golongan xanthin. Kafein termetabolisme di dalam hati menjadi tiga metabolit utama yaitu paraxanthine (84%), theobromine (12%), dan theophylline (4%).
Gembar 1 Struktur Kafein

3. Teobromin
Theobromine adalah senyawa alkaloid, bersifat stimultan ringan, yang terdapat dalam cokelat. Theobromine dapat menstimulasi sel saraf kita, sehingga menimbulkan perasaan 'bersemangat' dan 'segar'. Selain sebagai stimultan, Theobromine juga dipercaya memiliki mood elevating effects. Secara kimiawi teobromin amat mirip dengan kefein. Meski bernama teobromin, tetapi senyawa ini sama sekali tidak mengandung bromin. Teobromin bersifat tidak larut dalam air, kristalin, dan pahit. Bewarna putih ataupun tak bewarna.

Gambar 2 Struktur Teobromin



4. Ekatraksi Soxlet
Ekstraksi adalah salah satu metode pemisahan yang didasarkan pada distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Berdasarkan fasanya, ektraksi dikelompokkan menjadi ekstraksi cair-cair dan padat-cair. Ektraksi cair-cair dilakukan untuk mendapatkan suatu senyawa dalam campuran berfasa cair dengan pelarut lain yang fasanya cair juga. Alat yang digunakan adalah corong pisah.
Ekstraksi padat-cair dilakukan bila ingin memisahkan suatu komponen dalam suatu padatan dengan menggunakan suatu pelarut cair. Alat yang digunakan adalah ektraktor soxhlet. Misalnya untuk mengekstrak minyak non-atsiri (senyawa yang terdapat pada bahan alam yang tidak mudah menguap). Larutan pengekstrak ditempatkan pada labu alas bulat, sampel yang akan dianalisis dibungkus dengan kertas saring ditempatkan dan pada tabung ekstraktor. Bagian ujung atas merupakan pendingin Allihn atau pendingin bola. Gambar ekstraktor soxhlet ditunjukkan pada gambar 1.

5. Solid – Phase Extraction (SPE)
Jika dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair, ekstraksi fase padat yang biasa disebut Solid Phase Extraction (SPE) merupakan teknik yang relatif baru akan tetapi SPE cepat berkembang sebagai alat yang utama untuk pra-perlakuan sampel atau untuk clean-up sampel-sampel yang kotor, misal sampel-sampel yang mempunyai kandungan matriks yang tinggi seperti garam-garam, protein, polimer, resin, dan lain – lain.
Keunggulan SPE dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair adalah:
1. Proses ekstraksi lebih sempurna
2. Pemisahan analit dari penganggu yang mungkin ada menjadi lebih efisien
3. Mengurangi pelarut organik yang digunakan
4. Fraksi analit yang diperoleh lebih mudah dikumpulkan
5. Mampu menghilangkan partikulat
6. Lebih mudah diotomatisasi
Karena SPE merupakan proses pemisahan yang efisien maka untuk memperoleh recovery yang tinggi (>99%) pada SPE lebih mudah dari pada ekstraksi cair-cair. Dengan ekstraksi cair-cair diperlukan ekstraksi beberapa kali untuk memperoleh recovery yang tinggi, sedangkan dengan SPE hanya dibutuhkan satu tahap saja untuk memperolehnya. Sementara itu kerugian SPE adalah banyaknya jenis cartridge (berisi penjerap tertentu) yang beredar di pasaran sehingga reprodusibilitas hasil bervariasi jika menggunakan cartridge yang berbeda dan juga adanya adsorpsi yang bolak-balit pada cartridge SPE.

Gambar 5 Solid Phase EXtraction

6. HPLC (High Performance Liquid Chromatography)
HPLC merupakan salah satu metode kromatografi cair yang menggunakan fasadiam yang ditempatkan dalam suatu kolom tertutup dan juga fasa geraknya berupa pelarut yang dialirkan dengan cepat kedalam kolom dengan bantuan pompa/tekanan.
Komponen pokok yang ada dalam alat HPLC :


Gambar 5 Skema Kromatografi
Keuntungan HPLC
 Kerja lebih mudah dengan automatisasi dalam prosedur analisis dan pengolahan data
 Volume sampel kecil
 Daya pisah tinggi
 Merupakan metode analitis yang cepat, peka, akurat, tepat, dan reproducible
 Juga Preparatif
 Dapat digunakan untuk analisis sampel organic dan anorganik, bersifat volatile dan non-volatil, stabil dan tidak stabil secara thermal.
 Pilihan fasa diam dan fasa geraknya luas

III. METODOLOGI PERCOBAAN
1. Alat
Adapun alat – alat yang dibutuhkan selama percobaan ini antara lain timbangan analitik, satu set alat soxhlet, 1 buah gelas beaker 250 mL, 1 buah gelas beaker 50 mL, corong gelas, 1 buah labu ukur 50 mL, 2 buah tabung reaksi, 1 buah hot plate, pipet tetes, labu Erlenmeyer 100 mL, satu set alat Solid – Phase Extraction (SPE), HPLC, dan evaporator.

2. Bahan
Bahan – bahan yang digunakan selama percobaan ini antra lain 10 gram coklat bubuk, petroleum eter (PE), methanol, kloroform, akuades, kertas whatman 44, standar teobromin dan kafein,

3. Prosedur Kerja
a. Penentuan Kadar Asam Lemak
Batu didih dimasukkan kedalam labu alas bulat dan ditimbang. Labu alas bulat yang telah berisi batu didih dirangkai pada alat soxhlet. Kemudian 10 gram coklat bubuk diekstrak dengan soxhlet menggunakan PE selama 2 jam. PE diuapkan dari ekstrak dengan evaporator, labu alas bulat ditimbang, % lemak dalam bubuk coklat dapat ditentukan.

b. Penentuan Kandungan Teobromin dan Kafein
1) Ekstraksi
0,2 gram coklat bubuk yang telah diekstraksi ditambahkan dengan 40 mL air dan direbus selama 30 menit. Kemudian disaring dengan whatman 44, dimasukkan dalam labu takar 50 mL, sampai tanda batas dan disaring dengan whatman 44.
2) Clean Up
Kolom sep – pak C18 dikondisikan dengan 5 mL methanol dan 5 mL air. Kemudian dilewatkan dengan 5 mL larutan hasil ekstraksi, setelah itu dicuci dengan 5 mL akuades. Kolom didiamkan sampai kering. Theobromin dan kafein dielusi dari kolom dengan menggunakan 10 mL kloroform (kolom dapat diregenerasi dengan pencucian menggunakan 50 mL methanol 80% dilanjutkan dengan 2  5 mL methanol. Kloroform diuapkan dengan penangas air, residu yang terbentuk dilarutkan dengan 3 mL air. Sebanyak 20 L larutan dianalisis dengan HPLC.

IV. HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Percobaan
 Rendemen lemak = 57,81 %
 Rendemen teobromin = 0,3825 %
 Rendemen kafein = 0,0045 %

2. Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar lemak, teobromin, dan kafein dalam bubuk coklat. Kadar lemak ditentukan dengan ekstraksi soxhlet, sedangkan kadar teobromin dan kafein ditentukan dengan HPLC.

a. Penentuan Kadar Lemak
Penentuan kadar lemak dalam bubuk coklat ditentukan melaui metode ekstraksi soxhlet. Ekstraksi soxhlet merupakan salah satu metode pemisahan yang dapat diandalkan untuk memisahkan lemak yang terdapat dalam bubuk coklat. Prinsip dari metode soxhlet ini pada dasarnya sama dengan metode ekstraksi lainnya yaitu distribusi analit diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Pada percobaan ini dua pelarut yang digunakan adalah PE dan air. PE diletakkan dalam labu alas bulat, sedangkan air terdapat pada pendingin bola. Lemak merupakan senyawa organik dan bersifat nonpolar, PE juga merupakan suatu pelarut organik dan bersifat nonpolar. Karena kepolaran yang sama ini maka lemak dapat terekstrak kedalam PE. Banyaknya lemak yang terekstraksi dapat dihitung dengan mengurangkan massa labu alas bulat + batu didih setelah proses ekstraksi dengan massa labu alas bulat + batu didih setelah proses ekstraksi.
Sepuluh gram coklat bubuk dibungkus dan ditempatkan dalam “Thimble” (selongsong tempat sampel). Selanjutnya labu kosong diisi batu didih. Fungsi batu didih ialah untuk meratakan panas. Thimble yang sudah terisi sampel dimasukan ke dalam soxhlet . Soxhlet disambungkan dengan labu dan ditempatkan pada alat pemanas listrik serta kondensor. Alat pendingin disambungkan dengan soxhlet. Air untuk pendingin dijalankan dan alat ekstraksi lemak mulai dipanaskan . Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik melewati soxhlet menuju ke pipa pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati bagian luar kondenser mengembunkan uap pelarut sehingga kembali ke fase cair, kemudian menetes ke thimble. Pelarut melarutkan lemak dalam thimble, larutan ini terkumpul dalam thimble dan bila volumenya telah mencukupi, PE yang mengandung lemak tersebut akan turun ke labu alas bulat. Proses dari pengembunan hingga pengaliran disebut sebagai refluks. Proses ekstraksi lemak kasar dilakukan selama 2 jam. Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut dan lemak dipisahkan melalui proses evaporasi.
Massa labu alas bulat dan batu didih sebelum diekstraksi adalah 56,90 gram, sedangkan massa labu alas bulat setelah ekstraksi soxhlet dan evaporator untuk menghilangkan PE adalah 62,69 gram. Dari hasil perhitungan didapatkan kadar lemak dalam bubuk coklat yang dianalisis adalah 57,81 %.

b. Penentuan Kadar Teobromin dan Kafein
Teobromin dan kafein merupakan senyawa alkaloid yang terdapat dalam tanaman coklat. Senyawa – senyawa tersebut tersimpan dalam biji coklat yang merupakan bahan baku pembuatan coklat bubuk. Kandungan kedua senyawa tersebut dapat menggambarkan kualitas suatu produk coklat.
Analisis terhadap teobromin dan kafein dilakukan dengan menggunakan HPLC. Untuk menganalisis kedua senyawa golongan alkaloid ini, maka digunakan sampel coklat bubuk yang telah bebas dari lemak. Hal ini dilakukan karena keberadaan lemak akan mengganggu analisis teobromin dan kafein dengan HPLC. Sebelum dianalisis dengan HPLC maka sampel diberi perlakuan awal. Perlakuan awal yang diberikan adalah Ekstraksi Fasa Padat atau yang lebih dikenal dengan Solid Phase Extraction (SPE). Teknik SPE digunakan sebagai perlakuan awal terhadap sampel coklat bubuk atau untuk clean – up terhadap sampel yang masih mengandung pengotor.
Clean – up dilakukan untuk menghilangkan pengotor – pengotor yang masih terdapat dalam sampel yang akan dianalisis. Pada proses clean – up kali ini analit yang akan dianalisis akan tertahan pada penjerap yang digunakan (pada percobaan ini penjerap yang digunakan adalah C 18), sedangkan pengotor – pengotornya akan terelusi. Analit akan tertahan pada penjerap karena analit dan penjerap sama – sama bersifat nonpolar. Selanjutnya analit yang tertahan pada penjerap akan dielusi oleh sebagian kecil pelarut organik.
Tahap pertama menggunakan SPE adalah mengkondisikan penjerap C 18 dengan pelarut metanol dan air. Pengkondisian ini dilakukan untuk membasahi permukaan penjerap dan untuk menciptakan pH yang sama, sehingga perubahan – perubahan kimia yang tidak diharapkan ketika sampel dimasukkan dapat dihindari. Selanjutnya larutan sampel dilewatkan ke penjerap, maka analit yang diharapkan akan tertahan, sedangkan pengotor – pengotornya akan terelusi. Kemudian kolom (penjerap) dicuci dengan akuades untuk menghilangkan seluruh komponen yang tidak tertahan oleh penjerap. Tahap terakhir adalah elusi teobromin dan kafein dari kolom dengan kloroform. Pada tahap ini analit yang diharapkan yaitu teobromin dan kafein akan terelusi kedalam kloroform. Kemudian kloroform diuapkan dengan pengangas air.
Setelah seluruh kloroform habis teruapkan maka yang tersisa adalah residu bewarna putih. Residu bewarna putih itu adalah teobromin dan kafein. Residu ini dilarutkan dalam 3 mL air dan sebayak 20 L nya dianalis dengan HPLC.
Waktu retensi (tR) untuk standar teobromin dan kafein adalah 3,377 dan 4,274. Dari hasil analisis menggunakan HPLC didapatkan waktu retensi untuk teobromin dan kafein masing – masing adalah 3,338 dan 3,933. Dari hasil analisis selisih antara tR standar dengan tR hasil analisis tidak lebih dari 0,5, dengan ini dapat disimpulkan bahwa sampel coklat bubuk mengandung teobromin dan kafein.
Untuk menentukan kadar teobromin dan kafein maka dibuat kurva standar antara massa teobromin dan kafein versus luas area kurvanya. Kemudian luas area yang didapat dari kromatogram hasil analisis disubstitusi kedalam persamaan kurva standar. Persamaan kurva standar untuk teobromin dan kafein berturut – turut adalah y = 4E + 08X + 47303 dan y = 1E + 09X + 75209. Dari hasil substitusi luas area terhadap persamaan kurva standar didapatkan massa teobromin dan kafein dalam 20 L sampel adalah 5,1 x 10-4 mgram dan 5,973 x 10-6 mgram. Sedangkan massa teobromin dan kafein dalam 50 mL sampel adalah 7,65 x 10-4 gram dan 9 x 10-6 gram. Rendemen teobromin dan kafein dalam bubuk coklat dapat ditentukan dari rumus berukut:

Dimana: ma = massa sampel hasil analisis
mc = massa contoh
Dari rumus diatas didapatkan rendemen teobromin dan kafein adalah 0,3825 % dan 0,0045 %. Rendemen teobromin dan kafein yang didapat ini sangat kecil dibandingkan dengan kandungan teobromin dan kafein dalam coklat yang didapat dari hasil penelitian terdahulu. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain faktor pengenceran, serta proses clean – up. Praktikan menduga selama proses clean – up teobromin dan kafein ikut terelusi bersama dengan pengotornya. Akan tetapi hal ini baru sekedar hipitesis awal, untuk itu praktikan menyarankan perlunya agar proses clean – up harus benar – benar dilkukan dengan hati – hati, karena hal itu sangat berpengaruh terhadap hasil analisis.



V. KESIMPULAN
1. Ekstraksi soxhlet dapat digunakan untuk menentukan kadar lemak didalam bubuk coklat
2. HPLC dapat menentukan ada atau tidaknya teobromin dan kafein dalam coklat bubuk.
3. SPE digunakan untuk preparasi sampel/clean – up sebelum dianalisis dengan HPLC
4. Kadar lemak teobromin, dan kafein dalam coklat bubuk adalah 57,81 %, 0,3825 %, dan 0,0045 %.





VI. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010, Petunjuk Prktikum Kimia 3, FMIPA UGM : Yogyakarta
Pengenalan alat laboratorium 25-11-2008 http://labkd.blog.ugm.ac.id/
Misra H, D. Mehta, B.K. Mehta, M. Soni, D.C. Jain. 2008. Study of extraction and HPTLC – UV Method for Estimation of Caffeine in Marketed Tea (Camellia sinensis) Granules, International Journal of Green Pharmacy : 47-51.
Sudarmi. 1997, Kafein Dalam Pandangan Farmasi, Medan: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara (USU).
Usman, Anif, 2010, Ekstraksi Fase Padat, http://lansida.blogspot.com/2010/08/ekstraksi-fase-padat.html),12 Desember 2010
Wilson, and Gisvold. 1982, Textbook of Organic Medical and Pharmaceutical Chemistry, Philadelphia: JB Lippincolt Company. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995, Farmakope Indonesia, Edisi Keempat, Jakarta: Departemen Kesehatan
I. TUJUAN
1. Melakukan ekstraksi soxhlet
2. Melakukan solid-phase extraction
3. Mampu menganalisis hasil kromatogram HPLC

II. DASAR TEORI
1. Coklat
Cokelat merupakan tanaman perkebunan / industri berupa pohon yang dikenal di Indonesia sejak tahun 1560, namun baru menjadi komoditi yang penting sejak tahun 1951. Biji cokelat dapat diproses dan menghasilkan beberapa produk, produk olahan yang dihasilkan adalah : Bubuk cokelat (Cocoa powder), pasta cokelat (Cocoa liqour) dan lemak cokelat (Cocoa butter) (Anonim, warintek 2007). Lemak cokelat mempunyai kemampuan untuk menghambat oksidasi kolesterol LDL (kolesterol jahat) dan meningkatkan fungsi kekebalan tubuh, sehingga dapat mencegah risiko penyakit jantung koroner dan kanker. Cokelat juga mengandung theobromine dan caffein yang memberikan energi bagi tubuh. Cokelat mengandung theobromine yang dapat mencegah batuk. Lemak cokelat mempunyai warna putih-kekuningan dan mempunai bau khas cokelat. Lemak ini mempunyai sifat rapuh (brittle) pada suhu 25oC, tidak larut dalam air dan mencair pada 27 – 33oC.
2. Kafein
Kafein merupakan senyawa kimia alkaloid terkandung secara alami pada lebih dari 60 jenis tanaman terutama teh (1- 4,8 %), kopi (1-1,5 %), dan biji coklat (2,7-3,6 %). Kafein diproduksi secara komersial dengan cara ekstraksi dari tanaman tertentu serta diproduksi secara sintetis. Kebanyakan produksi kafein bertujuan untuk memenuhi kebutuhan industri minuman. Kafein juga digunakan sebagai penguat rasa atau bumbu pada berbagai industry makanan (Misra et al, 2008). Bersama-sama dengan teobromin dan teofilin, kafein, termasuk ke dalam senyawa kimia golongan xanthin. Kafein termetabolisme di dalam hati menjadi tiga metabolit utama yaitu paraxanthine (84%), theobromine (12%), dan theophylline (4%).
Gembar 1 Struktur Kafein

3. Teobromin
Theobromine adalah senyawa alkaloid, bersifat stimultan ringan, yang terdapat dalam cokelat. Theobromine dapat menstimulasi sel saraf kita, sehingga menimbulkan perasaan 'bersemangat' dan 'segar'. Selain sebagai stimultan, Theobromine juga dipercaya memiliki mood elevating effects. Secara kimiawi teobromin amat mirip dengan kefein. Meski bernama teobromin, tetapi senyawa ini sama sekali tidak mengandung bromin. Teobromin bersifat tidak larut dalam air, kristalin, dan pahit. Bewarna putih ataupun tak bewarna.

Gambar 2 Struktur Teobromin



4. Ekatraksi Soxlet
Ekstraksi adalah salah satu metode pemisahan yang didasarkan pada distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Berdasarkan fasanya, ektraksi dikelompokkan menjadi ekstraksi cair-cair dan padat-cair. Ektraksi cair-cair dilakukan untuk mendapatkan suatu senyawa dalam campuran berfasa cair dengan pelarut lain yang fasanya cair juga. Alat yang digunakan adalah corong pisah.
Ekstraksi padat-cair dilakukan bila ingin memisahkan suatu komponen dalam suatu padatan dengan menggunakan suatu pelarut cair. Alat yang digunakan adalah ektraktor soxhlet. Misalnya untuk mengekstrak minyak non-atsiri (senyawa yang terdapat pada bahan alam yang tidak mudah menguap). Larutan pengekstrak ditempatkan pada labu alas bulat, sampel yang akan dianalisis dibungkus dengan kertas saring ditempatkan dan pada tabung ekstraktor. Bagian ujung atas merupakan pendingin Allihn atau pendingin bola. Gambar ekstraktor soxhlet ditunjukkan pada gambar 1.

5. Solid – Phase Extraction (SPE)
Jika dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair, ekstraksi fase padat yang biasa disebut Solid Phase Extraction (SPE) merupakan teknik yang relatif baru akan tetapi SPE cepat berkembang sebagai alat yang utama untuk pra-perlakuan sampel atau untuk clean-up sampel-sampel yang kotor, misal sampel-sampel yang mempunyai kandungan matriks yang tinggi seperti garam-garam, protein, polimer, resin, dan lain – lain.
Keunggulan SPE dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair adalah:
1. Proses ekstraksi lebih sempurna
2. Pemisahan analit dari penganggu yang mungkin ada menjadi lebih efisien
3. Mengurangi pelarut organik yang digunakan
4. Fraksi analit yang diperoleh lebih mudah dikumpulkan
5. Mampu menghilangkan partikulat
6. Lebih mudah diotomatisasi
Karena SPE merupakan proses pemisahan yang efisien maka untuk memperoleh recovery yang tinggi (>99%) pada SPE lebih mudah dari pada ekstraksi cair-cair. Dengan ekstraksi cair-cair diperlukan ekstraksi beberapa kali untuk memperoleh recovery yang tinggi, sedangkan dengan SPE hanya dibutuhkan satu tahap saja untuk memperolehnya. Sementara itu kerugian SPE adalah banyaknya jenis cartridge (berisi penjerap tertentu) yang beredar di pasaran sehingga reprodusibilitas hasil bervariasi jika menggunakan cartridge yang berbeda dan juga adanya adsorpsi yang bolak-balit pada cartridge SPE.

Gambar 5 Solid Phase EXtraction

6. HPLC (High Performance Liquid Chromatography)
HPLC merupakan salah satu metode kromatografi cair yang menggunakan fasadiam yang ditempatkan dalam suatu kolom tertutup dan juga fasa geraknya berupa pelarut yang dialirkan dengan cepat kedalam kolom dengan bantuan pompa/tekanan.
Komponen pokok yang ada dalam alat HPLC :


Gambar 5 Skema Kromatografi
Keuntungan HPLC
 Kerja lebih mudah dengan automatisasi dalam prosedur analisis dan pengolahan data
 Volume sampel kecil
 Daya pisah tinggi
 Merupakan metode analitis yang cepat, peka, akurat, tepat, dan reproducible
 Juga Preparatif
 Dapat digunakan untuk analisis sampel organic dan anorganik, bersifat volatile dan non-volatil, stabil dan tidak stabil secara thermal.
 Pilihan fasa diam dan fasa geraknya luas

III. METODOLOGI PERCOBAAN
1. Alat
Adapun alat – alat yang dibutuhkan selama percobaan ini antara lain timbangan analitik, satu set alat soxhlet, 1 buah gelas beaker 250 mL, 1 buah gelas beaker 50 mL, corong gelas, 1 buah labu ukur 50 mL, 2 buah tabung reaksi, 1 buah hot plate, pipet tetes, labu Erlenmeyer 100 mL, satu set alat Solid – Phase Extraction (SPE), HPLC, dan evaporator.

2. Bahan
Bahan – bahan yang digunakan selama percobaan ini antra lain 10 gram coklat bubuk, petroleum eter (PE), methanol, kloroform, akuades, kertas whatman 44, standar teobromin dan kafein,

3. Prosedur Kerja
a. Penentuan Kadar Asam Lemak
Batu didih dimasukkan kedalam labu alas bulat dan ditimbang. Labu alas bulat yang telah berisi batu didih dirangkai pada alat soxhlet. Kemudian 10 gram coklat bubuk diekstrak dengan soxhlet menggunakan PE selama 2 jam. PE diuapkan dari ekstrak dengan evaporator, labu alas bulat ditimbang, % lemak dalam bubuk coklat dapat ditentukan.

b. Penentuan Kandungan Teobromin dan Kafein
1) Ekstraksi
0,2 gram coklat bubuk yang telah diekstraksi ditambahkan dengan 40 mL air dan direbus selama 30 menit. Kemudian disaring dengan whatman 44, dimasukkan dalam labu takar 50 mL, sampai tanda batas dan disaring dengan whatman 44.
2) Clean Up
Kolom sep – pak C18 dikondisikan dengan 5 mL methanol dan 5 mL air. Kemudian dilewatkan dengan 5 mL larutan hasil ekstraksi, setelah itu dicuci dengan 5 mL akuades. Kolom didiamkan sampai kering. Theobromin dan kafein dielusi dari kolom dengan menggunakan 10 mL kloroform (kolom dapat diregenerasi dengan pencucian menggunakan 50 mL methanol 80% dilanjutkan dengan 2  5 mL methanol. Kloroform diuapkan dengan penangas air, residu yang terbentuk dilarutkan dengan 3 mL air. Sebanyak 20 L larutan dianalisis dengan HPLC.

IV. HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Percobaan
 Rendemen lemak = 57,81 %
 Rendemen teobromin = 0,3825 %
 Rendemen kafein = 0,0045 %

2. Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar lemak, teobromin, dan kafein dalam bubuk coklat. Kadar lemak ditentukan dengan ekstraksi soxhlet, sedangkan kadar teobromin dan kafein ditentukan dengan HPLC.

a. Penentuan Kadar Lemak
Penentuan kadar lemak dalam bubuk coklat ditentukan melaui metode ekstraksi soxhlet. Ekstraksi soxhlet merupakan salah satu metode pemisahan yang dapat diandalkan untuk memisahkan lemak yang terdapat dalam bubuk coklat. Prinsip dari metode soxhlet ini pada dasarnya sama dengan metode ekstraksi lainnya yaitu distribusi analit diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Pada percobaan ini dua pelarut yang digunakan adalah PE dan air. PE diletakkan dalam labu alas bulat, sedangkan air terdapat pada pendingin bola. Lemak merupakan senyawa organik dan bersifat nonpolar, PE juga merupakan suatu pelarut organik dan bersifat nonpolar. Karena kepolaran yang sama ini maka lemak dapat terekstrak kedalam PE. Banyaknya lemak yang terekstraksi dapat dihitung dengan mengurangkan massa labu alas bulat + batu didih setelah proses ekstraksi dengan massa labu alas bulat + batu didih setelah proses ekstraksi.
Sepuluh gram coklat bubuk dibungkus dan ditempatkan dalam “Thimble” (selongsong tempat sampel). Selanjutnya labu kosong diisi batu didih. Fungsi batu didih ialah untuk meratakan panas. Thimble yang sudah terisi sampel dimasukan ke dalam soxhlet . Soxhlet disambungkan dengan labu dan ditempatkan pada alat pemanas listrik serta kondensor. Alat pendingin disambungkan dengan soxhlet. Air untuk pendingin dijalankan dan alat ekstraksi lemak mulai dipanaskan . Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik melewati soxhlet menuju ke pipa pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati bagian luar kondenser mengembunkan uap pelarut sehingga kembali ke fase cair, kemudian menetes ke thimble. Pelarut melarutkan lemak dalam thimble, larutan ini terkumpul dalam thimble dan bila volumenya telah mencukupi, PE yang mengandung lemak tersebut akan turun ke labu alas bulat. Proses dari pengembunan hingga pengaliran disebut sebagai refluks. Proses ekstraksi lemak kasar dilakukan selama 2 jam. Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut dan lemak dipisahkan melalui proses evaporasi.
Massa labu alas bulat dan batu didih sebelum diekstraksi adalah 56,90 gram, sedangkan massa labu alas bulat setelah ekstraksi soxhlet dan evaporator untuk menghilangkan PE adalah 62,69 gram. Dari hasil perhitungan didapatkan kadar lemak dalam bubuk coklat yang dianalisis adalah 57,81 %.

b. Penentuan Kadar Teobromin dan Kafein
Teobromin dan kafein merupakan senyawa alkaloid yang terdapat dalam tanaman coklat. Senyawa – senyawa tersebut tersimpan dalam biji coklat yang merupakan bahan baku pembuatan coklat bubuk. Kandungan kedua senyawa tersebut dapat menggambarkan kualitas suatu produk coklat.
Analisis terhadap teobromin dan kafein dilakukan dengan menggunakan HPLC. Untuk menganalisis kedua senyawa golongan alkaloid ini, maka digunakan sampel coklat bubuk yang telah bebas dari lemak. Hal ini dilakukan karena keberadaan lemak akan mengganggu analisis teobromin dan kafein dengan HPLC. Sebelum dianalisis dengan HPLC maka sampel diberi perlakuan awal. Perlakuan awal yang diberikan adalah Ekstraksi Fasa Padat atau yang lebih dikenal dengan Solid Phase Extraction (SPE). Teknik SPE digunakan sebagai perlakuan awal terhadap sampel coklat bubuk atau untuk clean – up terhadap sampel yang masih mengandung pengotor.
Clean – up dilakukan untuk menghilangkan pengotor – pengotor yang masih terdapat dalam sampel yang akan dianalisis. Pada proses clean – up kali ini analit yang akan dianalisis akan tertahan pada penjerap yang digunakan (pada percobaan ini penjerap yang digunakan adalah C 18), sedangkan pengotor – pengotornya akan terelusi. Analit akan tertahan pada penjerap karena analit dan penjerap sama – sama bersifat nonpolar. Selanjutnya analit yang tertahan pada penjerap akan dielusi oleh sebagian kecil pelarut organik.
Tahap pertama menggunakan SPE adalah mengkondisikan penjerap C 18 dengan pelarut metanol dan air. Pengkondisian ini dilakukan untuk membasahi permukaan penjerap dan untuk menciptakan pH yang sama, sehingga perubahan – perubahan kimia yang tidak diharapkan ketika sampel dimasukkan dapat dihindari. Selanjutnya larutan sampel dilewatkan ke penjerap, maka analit yang diharapkan akan tertahan, sedangkan pengotor – pengotornya akan terelusi. Kemudian kolom (penjerap) dicuci dengan akuades untuk menghilangkan seluruh komponen yang tidak tertahan oleh penjerap. Tahap terakhir adalah elusi teobromin dan kafein dari kolom dengan kloroform. Pada tahap ini analit yang diharapkan yaitu teobromin dan kafein akan terelusi kedalam kloroform. Kemudian kloroform diuapkan dengan pengangas air.
Setelah seluruh kloroform habis teruapkan maka yang tersisa adalah residu bewarna putih. Residu bewarna putih itu adalah teobromin dan kafein. Residu ini dilarutkan dalam 3 mL air dan sebayak 20 L nya dianalis dengan HPLC.
Waktu retensi (tR) untuk standar teobromin dan kafein adalah 3,377 dan 4,274. Dari hasil analisis menggunakan HPLC didapatkan waktu retensi untuk teobromin dan kafein masing – masing adalah 3,338 dan 3,933. Dari hasil analisis selisih antara tR standar dengan tR hasil analisis tidak lebih dari 0,5, dengan ini dapat disimpulkan bahwa sampel coklat bubuk mengandung teobromin dan kafein.
Untuk menentukan kadar teobromin dan kafein maka dibuat kurva standar antara massa teobromin dan kafein versus luas area kurvanya. Kemudian luas area yang didapat dari kromatogram hasil analisis disubstitusi kedalam persamaan kurva standar. Persamaan kurva standar untuk teobromin dan kafein berturut – turut adalah y = 4E + 08X + 47303 dan y = 1E + 09X + 75209. Dari hasil substitusi luas area terhadap persamaan kurva standar didapatkan massa teobromin dan kafein dalam 20 L sampel adalah 5,1 x 10-4 mgram dan 5,973 x 10-6 mgram. Sedangkan massa teobromin dan kafein dalam 50 mL sampel adalah 7,65 x 10-4 gram dan 9 x 10-6 gram. Rendemen teobromin dan kafein dalam bubuk coklat dapat ditentukan dari rumus berukut:

Dimana: ma = massa sampel hasil analisis
mc = massa contoh
Dari rumus diatas didapatkan rendemen teobromin dan kafein adalah 0,3825 % dan 0,0045 %. Rendemen teobromin dan kafein yang didapat ini sangat kecil dibandingkan dengan kandungan teobromin dan kafein dalam coklat yang didapat dari hasil penelitian terdahulu. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain faktor pengenceran, serta proses clean – up. Praktikan menduga selama proses clean – up teobromin dan kafein ikut terelusi bersama dengan pengotornya. Akan tetapi hal ini baru sekedar hipitesis awal, untuk itu praktikan menyarankan perlunya agar proses clean – up harus benar – benar dilkukan dengan hati – hati, karena hal itu sangat berpengaruh terhadap hasil analisis.



V. KESIMPULAN
1. Ekstraksi soxhlet dapat digunakan untuk menentukan kadar lemak didalam bubuk coklat
2. HPLC dapat menentukan ada atau tidaknya teobromin dan kafein dalam coklat bubuk.
3. SPE digunakan untuk preparasi sampel/clean – up sebelum dianalisis dengan HPLC
4. Kadar lemak teobromin, dan kafein dalam coklat bubuk adalah 57,81 %, 0,3825 %, dan 0,0045 %.





VI. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010, Petunjuk Prktikum Kimia 3, FMIPA UGM : Yogyakarta
Pengenalan alat laboratorium 25-11-2008 http://labkd.blog.ugm.ac.id/
Misra H, D. Mehta, B.K. Mehta, M. Soni, D.C. Jain. 2008. Study of extraction and HPTLC – UV Method for Estimation of Caffeine in Marketed Tea (Camellia sinensis) Granules, International Journal of Green Pharmacy : 47-51.
Sudarmi. 1997, Kafein Dalam Pandangan Farmasi, Medan: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara (USU).
Usman, Anif, 2010, Ekstraksi Fase Padat, http://lansida.blogspot.com/2010/08/ekstraksi-fase-padat.html),12 Desember 2010
Wilson, and Gisvold. 1982, Textbook of Organic Medical and Pharmaceutical Chemistry, Philadelphia: JB Lippincolt Company. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995, Farmakope Indonesia, Edisi Keempat, Jakarta: Departemen Kesehatan